Drop Down MenusCSS Drop Down MenuPure CSS Dropdown Menu

About

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Phasellus eu mi orci, et pulvinar risus. Maecenas vitae magna eu arcu rutrum venenatis.

Sed aliquam, sapien vitae fringilla dapibus, purus lacus vestibulum magna

Rabu, 11 Mei 2011

Setiap orang (keluarga) selalu mengharapkan keluarganya menjadi keluarga yang sakinah mawaddah warahmah. Keluarga yang di dalamnya ada figur keteladanan dari ayah dan ibu. Mampu memimpin keluarga kecil bahagia sejahtera dengan penuh kasih sayang, karena didalamnya telah ditanamkan pendidikan keteladanan.


Pendidikan keteladanan di mulai dari keluarga dan diajarkan pula di sekolah. Anak sudah harus diarahkan untuk mengikuti hal-hal baik yang dilakukan oleh para orang dewasa agar mereka mendapatkan contoh konkrit dari apa yang dilihatnya.


Seorang anak adalah mesin foto copy yang canggih, apapun yang diperbuat oleh bapak dan ibunya maupun lingkungan keluarga akan dicontoh oleh si anak,. Tinggal sekarang kemana si anak akan diarahkan? Oleh karena itu bijaklah dalam berbicara maupun bertindak. Ingatlah dalam keluarga ada yang sedang menjiplak anda.


Pendidikan anak diawali dari rumah. Oleh karenanya semakin besar anak, sebagai orang tua harus semakin berhati-hati bertingkah laku & berkata-kata, takut anak meniru yang buruk. Anak-anak adalah peniru yang baik.


Pendidikan keteladanan sebenarnya ada dalam rumah-rumah kita. Dia bersemayam dalam hati kita masing-masing, karena pada hakekatnya keteladanan muncul dari dalam diri.


Hal itu terlihat dari bagaimana seorang ayah yang melindungi anak-anaknya dengan sepenuh hati dan sepenuh jiwa. Bagaimana seorang ibu yang menyayangi anak-anaknya dengan penuh kasih sayang dan belaian lembut seorang ibu. Semua itu mereka lakukan demi keberlangsungan hidup anak-anaknya.


Ketika ayah dan ibu tak lagi menjadi teladan bagi anak-anaknya. Ketika seorang kakak tak memberikan teladan kepada adiknya, dan ketika yang tua tak memberikan teladan kepada yang muda. Apa yang terjadi?


Kita tentu akan melihat bahwa budi pekerti telah hilang dari dalam diri.


Mereka yang muda tentu akan mengikuti gaya orang tuanya. Bila orang tuanya baik, maka anak pun akan cenderung baik. Ketika orang tuanya jahat, maka anak pun akan berkecenderungan jahat pula. Lingkungan sangat membentuk kepribadian anak.


Pendidikan keteladanan harus dimulai dari keluarga. Para orang tua harus dapat memberikan keteladanan kepada anak-anaknya.


Ketika orang tua mengajak anaknya untuk beribadah, maka orang tuanya itu harus memberikan keteladanan lebih dulu. Jangan sekali-kali mengajak anak untuk beribadah, ketika orang tua tak melakukannya. Sebab bila itu terjadi anak akan protes dan cenderuang memaki dan mengumpat.


Bisa saja keluar kalimat, “ayah saja tidak sholat, dan ibu saja tidak mengaji”.


Pada akhirnya anak melihat kelakuan buruk orang tuanya. Anak akan cepat meniru apa yang dilakukan oleh kedua orang tuanya. Keteladanan positif pun tak terjadi.


Menjadi orang tua ideal perlu ilmu. Menjadi guru ideal juga perlu ilmu. jJka orang tua dan guru mengamalkan ilmunya dengan benar, saya yakin keteladanan bisa diberikan pada anak.


Sayangnya, banyak suami istri tidak mencari ilmu mendidik anak karena sibuk dengan urusan pemenuhan kebutuhan keluarga. Mereka mengandalkan guru di sekolah untuk mendidik anaknya. Namun, ternyata guru telanjur dipusingkan dengan urusan administrasi sekolah dan urusan keluarga. Mereka hanya sempat mentransfer materi pelajaran tapi lupa menanamkan keteladanan. Kalau sudah begitu, semoga kita tidak termasuk golongan orang yang merugi.


Pendidikan keteladanan harus dipupuk dari anak masih usia dini. Tentu memori otaknya akan menyimpan semua hal baik yang dilihatnya. Tetapi bila kita sebagai orang tua tak memberikan keteladanan, maka jangan salahkan bila anak kita berkelakukan kurang ajar.

Dalam dunia persekolahan kita, pendidikan keteladanan harus diberikan guru kepada anak didiknya. Menyatu dalam kurikulum yang bernama pendidikan karakter. atau watak Di sinilah fungsi mendidik itu diperkukan. Para peserta didik diajarkan bagaimana mencontoh hal-hal baik yang ada dalam kehidupannya sehari-hari.


Banyak orang tua lupa bahwa mereka itu guru pertama bagi anaknya. Keluarga itu adalah sekolah pertama anak. Merah, putih, dan hitamnya anak tergantung pada orang tuanya. Sayangnya, urusan mendidik anak dianggap sebagian orang tua hanyalah urusan guru di sekolah.


Saya kira, pendidikan keteladanan akan berjalan dengan baik dalam dunia pendidikan bila kita sebagai orang tua, guru, dan dosen mampu memberikan keteladanan kepada anak-anaknya. Tak perlu ini dan itu dalam memberikan keteladanan, karena keteladanan itu sederhana. Sangat sederhana.


Tetapi kenapa di antara kita sering tak melakukannya???


Minggu, 01 Mei 2011


Tiap kali memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) seperti hari ini, dalam konteks reflektif, kita selalu dihadapkan pada salah satu pertanyaan mendasar, sudahkah ”produk” pendidikan mampu menjawab berbagai persoalan yang sifatnya kekinian dan mengantisipasi masa depan?

Berangkat dari pertanyaan mendasar itulah, tulisan ini mencoba memberikan jawaban. Konteksnya tentu masih dalam memperingati Hardiknas, yang dalam temanya terkandung makna, menyiapkan generasi dalam menyongsong satu abad kemerdekaan Indonesia, generasi 2045. Tema Hari Pendidikan Nasional 2011 ini adalah Pendidikan Karakter sebagai Pilar Kebangkitan Bangsa dengan subtema Raih Prestasi Junjung Tinggi Budi Pekerti. Tema dan subtema ini erat kaitannya dengan sebuah proses panjang menyiapkan generasi mendatang, karena memang pendidikan karakter, prestasi, dan budi pekerti, diakui sebagai upaya proses panjang yang tidak bisa dilakukan seperti ”membalik telapak tangan”.

Semua telah memahami, dalam dunia pendidikan, manusia sebagai pemeran utamanya, baik sebagai subjek sekaligus objek. Keilmuan sebagai medianya, memanusiakan manusia sebagai salah satu tujuannya, dan kemampuan untuk menjawab berbagai persoalan yang sifatnya kekinian maupun antisipasi masa depan (kenantian) sebagai keniscayaannya. Itulah sebabnya mengapa dunia pendidikan itu kompleks, menantang, namun sangat mulia. Kompleksitas dan tantangan terus berkembang, seiring dengan perjalanan zaman. Karena itu, kita semua harus secara bersama-sama terus-menerus berikhtiar dengan sungguh-sungguh untuk menanganinya, demi kemuliaan diri, bangsa, negara, dan umat manusia.

Selain itu, kita juga memahami dan menyadari tentang tantangan global dan internal yang sedang dihadapi, yang mengharuskan kita semua untuk lebih memperkuat jati diri, identitas, dan karakter sebagai bangsa Indonesia. Bangsa yang dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Kuasa potensi sumber daya alam yang sangat kaya, sumber daya manusia berupa bonus demografi (2010-2040) yang luar biasa besar, dan perjalanan panjang sebagai bangsa yang tangguh dan penuh optimisme. Demikian juga kesempatan yang sangat terbuka untuk menjadi bangsa dan negara yang besar, maju, demokratis, dan sejahtera. Jadi sekarang ini, ada potensi dan ada kesempatan. Untuk itu, momentum yang sangat mahal ini harus kita manfaatkan dengan baik dengan menyiapkan generasi menuju 2045, yaitu pada saat 100 tahun Indonesia merdeka.

Yang Harus Disiapkan

Dari sekian banyak yang harus disiapkan, penyiapan sumber daya manusia yang berkarakter dan berkualitas adalah syarat mutlaknya, serta pendidikan karakter sebagai salah satu kuncinya. Ada tiga kelompok pendidikan karakter, yaitu: (i) pendidikan karakter yang menumbuhkan kesadaran sebagai makhluk dan hamba Tuhan Yang Maha Esa, (ii) pendidikan karakter yang terkait dengan keilmuan, dan (iii) pendidikan karakter yang menumbuhkan rasa cinta dan bangga menjadi orang Indonesia.

Kesadaran sebagai makhluk dan hamba Tuhan Yang Maha Esa akan menumbuhkan nilai transendensi dan nilai keagamaan yang kuat, yang pada gilirannya tumbuh sifat kasih sayang dan toleran saling menghargai dan menghormati (karena merasa sesama makhluk) dan menjauhkan diri dari perilaku destruktif dan anarkistis. Kesadaran sebagai makhluk-hamba juga akan menumbuhkan sifat jujur, karena merasa ‘malu’ kepada Tuhan. Alangkah indahnya, sesama makhluk dan hamba termasuk lingkungan alam semesta tumbuh rasa kasih sayang secara tulus dan jujur. Tidakkah kita ini memiliki misi utama untuk memberikan ‘kerahmatan’ bagi alam semesta.

Metodologi dan materi pembelajaran yang merangsang tumbuhnya kepenasaranan intelektual haruslah lebih ditonjolkan untuk membangun pola pikir, tradisi dan budaya keilmuan, menumbuhkan kreativitas dan sekaligus daya inovasi. Di sini peran guru lebih dominan dibanding kecukupan sarana dan prasarana. Budaya keilmuan merupakan modal penting dan menjadi semakin rasional dalam menyelesaikan berbagai permasalahan dan tantangan. Dengan kreativitas dan daya inovasi, semakin cerdas dalam mengelola sumber daya yang kita miliki, semakin tinggi nilai tambah yang bisa diberikan. Pada akhirnya bisa meningkatkan kesejahteraan lebih signifikan. Inilah pendidikan karakter yang terkait dengan keilmuan.

Kelompok karakter ketiga yang harus dibangun adalah menumbuhkan kecintaan dan kebanggaan sebagai bangsa Indonesia. Kecintaan karena sadar bahwa bangsa dan negara dengan empat pilarnya yaitu: Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah milik kita, hasil dari perjuangan yang luar biasa. Penumbuhan kebanggaan itu dilakukan melalui kegemaran kita untuk berprestasi. Prestasi positif kita kontribusikan dan dedikasikan demi kemajuan bangsa dan negara. Inilah yang bisa menumbuhkan kebanggaan sejati. Tanpa prestasi dikhawatirkan kita bisa terjebak dalam kebanggaan semu, kebanggaan tanpa makna.

Itulah alasan mengapa tema Hardiknas 2011 ini adalah Pendidikan Karakter sebagai Pilar Kebangkitan Bangsa dengan subtema Raih Prestasi Junjung Tinggi Budi Pekerti. Membangun ketiga kelompok karakter tersebut tidak cukup hanya pembelajaran di kelas, tapi juga harus secara simultan melalui membangun kultur sekolah (school culture), keluarga, dan masyarakat. Ini harus diajarkan mulai dari pendidikan anak usia dini, perguruan tinggi, sampai belajar sepanjang hayat (life long learning).

Pendidikan PAUD

Banyak agenda yang harus disiapkan dalam menyiapkan generasi 2045, antara lain pendidikan anak usia dini (PAUD). Pada usia inilah masa emas dari generasi kita. Mereka inilah 30-an tahun ke depan yang akan menjadi pemegang kunci kemajuan bangsa. Karena itu, tidak ada pilihan lain kalau kita ingin menyiapkan generasi 2045, harus kita mulai dari sekarang yaitu dengan memberikan perhatian khusus pada PAUD, dengan tetap memberikan perhatian pada jenjang pendidikan yang lain. Kementerian Pendidikan Nasional,mulai 2011 menjadikan PAUD sebagai gerakan nasional.

Alhamdulillah, kesadaran dan antusiasme masyarakat terhadap PAUD sangat tinggi. Kita yakin, angka partisipasi kasar PAUD, yaitu 57% pada 2010 dapat ditingkatkan secara signifikan menjadi 70%. Pada PAUD inilah paling tidak kita mulai tanamkan tiga kelompok pendidikan karakter tersebut, yaitu karakter sebagai hamba Tuhan, karakter keilmuan, dan karakter cinta terhadap bangsa dan negara. Harus diakui, pada dasarnya pendidikan merupakan sebuah proses panjang, berkelanjutan, dan memerlukan keterlibatan seluruh pemangku kepentingan.

Karena itu, konsistensi kebijakan dan kebersamaan diperlukan. Inilah ‘hadiah’’ yang kita siapkan dan persembahkan dalam menyambut generasi 2045, generasi 100 tahun Indonesia merdeka. Insya Allah.

MOHAMMAD NUH
Menteri Pendidikan Nasional

TAG